Nama :Etika Septiawati
Kelas :2eb23
NPM :22212569
BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Dengan mengucapkan rasa syukur
kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah,
rahmat dan salam untuk Muhammad Rasul pilihan, saya sebagai penyusun makalah
telah berhasil dalam Menyusun makalah dari mata kuliah Aspek Hukum Dalam
Ekonomi tentang materi SAP mengenai HUKUM PERJANJIAN , yang dapat diselesaikan
semata-mata atas kehendak-NYA dan rahmat cinta-kasihNYA yang berlimpah-limpah.
Dalam makalah ini juga akan dipelajari atau membahas sebagian tentang Hukum
Perjanjian dan saya sedikit berupaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan
hidup masyarakat yang kurang pengetahuan tentang Hukum Perjanjian di Indonesia.
Dasar hukum perjanjian internasional adalah
pasal 38 ayat 1 piagam mahkamah
Internasional, yang menyatakan perjanjian internasional harus diadakan oleh
subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional
Perjanjian internasional adalah sebagai sumber hukum internasional dengan
alasan: Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, karena
perjanjian internasional diadakan secara tertulis Perjanjian internasioanl
mengatur masalah-masalah bersama yang penting dalam hubungan antara subjek
hukum internasional.
B.
Rumusan Masalah
1.Pengertian Hukum Perjanjian dan Hukum Perjanjian
Internasional
2.Syarat Sah Hukum Perjanjian
3.Macam – Macam Hukum Perjanjian
4.Jenis – Jenis Kontrak
C.
Tujuan Penulisan
1.Untuk Mengetahui dan Memahami Hukum
Perjanjian
2.Untuk Mengetahui Bagaimana Hukum
Perjanjian tersebut dikatakan sah
3.Untuk Mengetahui Macam – Macam Hukum
Perjanjian
BAB II
Pembahasan
Standar
Kontrak Hukum Perjanjian
Menurut Mariam
Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
1.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu
oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik
adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
* Jenis-jenis
kontrak standar
Ditinjau dari
segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka
ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a. kontrak
standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b. kontrak
standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c. kontrak
standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
Ditinjau dari
format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan
dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a. kontrak
standar menyatu;
b. kontrak
standar terpisah.
Ditinjau
dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
-
kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandata- ngani;
Macam-macam perjanjian
Ditinjau dari
berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4 (empat)
segi, yaitu:
1. Perjanjian
Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya
Secara garis
besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional dibagi
lagi ke dalam:
a.
Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah
peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum
internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb).
b.
Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang
peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua
subjek hukum internasional..
2.
Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua)
kelompok:
-
Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan
perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan
saja. Perjanjian ini bisa saja berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian
multilateral.
-
Law Making Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan
perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang
dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula
tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut.
Law making
treaty ini dapat dijabarkan lagi berdasarkan jenisnya menjadi:
Ø Perjanjian
terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diaturnya adalah
masalah yang menjadi kepentingan beberapa negara saja.
Ø Perjanjian
terbuka atau perjanjian umum yang isi atau masalah yang diatur di dalamnya merupakan
kepentingan sebagian besar atau seluruh negara di dunia.
Ø Perjanjian
terbuka atau umum yang berdasarkan ruang lingkup masalah ataupun objeknya hanya
terbatas bagi negara-negara dalam satu kawasan tertentu saja.
3. Perjanjian
Internasional ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya
Dari segi
prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu:
a)
Perjanjian
Internasional yang melalui dua tahap. Kedua tahap tersebut meliputi tahap
perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature). Pada tahap
perundingan wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang
secara khusus membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan
itu. Selanjutnya memasuki tahap kedua yaitu tahap penandatangan, maka
perjanjian itu telah mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang
bersangkutan. Dengan demikian, tahap terakhir dalam perjanjian dua tahap,
mempunyai makna sebagai pengikatan diri dari para pihak terhadap naskah
perjanjian yang telah disepakati itu.
b)
Perjanjian
Internasional yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian Internasional yang
melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua
tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian
ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan
pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang
bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas
dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian. Agar
perjanjian yang telah di tandatangani oleh wakil-wakil pihak tersebut mengikat
bagi para pihak, maka wakil-wakil tersebut harus mengajukan kepada pemerintah
negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi.
4. Perjanjian
Internasional ditinjau dari jangka waktu berlakunya
Pembedaan atas
Perjanjian Internasional berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah
dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa
Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam
hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit
menetapkan batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan
sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu
dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas.
Syarat Sahnya
Perjanjian
Syarat sahnya
perjanjian adalah syarat-syarat agar perjanjian itu sah dan punya kekuatan
mengikat secara hukum. Tidak terpenuhinya syarat perjanjian akan membuat
perjanjian itu menjadi tidak sah. Menurut pasal 1320 KUHPerdata, syarat sahnya
perjanjian terdiri dari:
a.
Syarat Subyektif (Mengenai subyek atau para pihak)
Kata SepakatØ
Kata sepakat
berarti adanya titik temu (a meeting of the minds) diantara para pihak
tentang kepentingan-kepentingan yang berbeda. Dalam perjanjian jual beli mobil,
Gareng punya kepentingan untuk menjual mobilnya karena ia membutuhkan uang.
Sebaliknya, Petruk membeli mobil Gareng karena ia punya kepentingan memiliki
kendaraan. Pertemuan kedua kepentingan itu akan mencapai titik keseimbangan
dalam perjanjian.
CakapØ
Cakap berarti
dianggap mampu melakukan perbuatan hukum. Prinsipnya, semua orang berhak
melakukan perbuatan hukum – setiap orang dapat membuat perjanjian – kecuali
orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, dan orang-orang tertentu yang
dilarang oleh undang-undang.
b. Syarat
Obyektif (Mengenai obyek perjanjian)
Suatu Hal TertentuØ
Suatu hal
tertentu berarti obyek perjanjian harus terang dan jelas, dapat ditentukan baik
jenis maupun jumlahnya. Misalnya, Gareng menjual mobil Toyota Avanza Nomor
Polisi B 1672 RI dengan harga Rp. 180.000.000 kepada Petruk. Obyek perjanjian
tersebut jenisnya jelas, sebuah mobil dengan spesifikasi tertentu, dan
begitupun harganya.
Suatu Sebab Yang HalalØ
Suatu sebab yang
halal berarti obyek yang diperjanjikan bukanlah obyek yang terlarang tapi
diperbolehkan oleh hukum. Suatu sebab yang tidak halal itu meliputi perbuatan
melanggar hukum, berlawanan dengan kesusilaan dan melanggar ketertiban umum.
Misalnya perjanjian perdagangan manusia atau senjata ilegal.
Selain poin-poin diatas,sebuah perjanjian dapat dilaksanakan
apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut ini juga merupakan
syarat sebuah perjanjian yang harus diperhatikan. ;
1.
Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang berarti bahwa pihak – pihak
yang terlibat tidak dalam unsur paksaan, ancaman, maupun segala hal yang berbau
tipu daya.
2.
Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian harus dibuat oleh pihak –
pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Contoh
yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara lain anak – anak, orang
cacat, dll
3.
Ada Objek yang diperjanjikan
Perjanjian harus bersifat nyata /
tidak fiktif
Saat Lahirnya
Perjanjian
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Menetapkan kapan
saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan
penarikan kembali penawaran;
b) penentuan
resiko;
c) saat mulai
dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan
tempat terjadinya perjanjian.
Pelaksanaan Perjanjian dan Pembatalan
Perjanjian
Pelaksanaan
Perjanjian
Itikad baik
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan
norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik
ialah jual beli.
Pelaksanaan
perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian
itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat
secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau
dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan
Perjanjian
Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal
demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi
karena;
- Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
- Terkait resolusi atau perintah pengadilan
- Terlibat hokum
- Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
BAB III
Penutup
Penutup
Dalam kitab Undang undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331(1)
dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang
undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsure subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing masi pihak menyepakati isi perjanjian. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?
Maka pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut:
- Mengganti kerugian yang di derita oleh pihak yang satunya
- Materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau dihadapan hakim
- Mendapatkan peralihan resiko, dan
- Membayar seluruh biaya perara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsure subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing masi pihak menyepakati isi perjanjian. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?
Maka pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut:
- Mengganti kerugian yang di derita oleh pihak yang satunya
- Materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau dihadapan hakim
- Mendapatkan peralihan resiko, dan
- Membayar seluruh biaya perara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar